Agus dan Pemulihan Citra Perbankan

MEMULIHKAN citra dan meningkatkan fungsi intermediasi perbankan menjadi salah satu agenda besar Ketua Umum Perhimpunan Bank-bank Umum Nasional atau Perbanas (dulu singkatan dari Perhimpunan Bank- bank Swasta Nasional) yang terpilih dua pekan lebih lalu, Agus Dermawan Wintarto Martowardojo.
Beban ketua umum baru hasil Kongres XV Perbanas di Jakarta ini lebih berat: Perbanas kini tidak hanya merangkul bank-bank swasta, tetapi juga bank-bank pemerintah.

Ini berarti menjadi lingkup tanggung jawabnya, mulai dari bagaimana menjalin hubungan dengan anggota yang lebih beragam itu sampai bagaimana meningkatkan profesionalisme, sehingga industri perbankan menjadi semakin baik.

Ini bukan tugas ringan. Sebab, kendati karier di perbankan sudah digelutinya hampir 20 tahun, di Perbanas ia tergolong “orang baru”. Bankir yang memulai kariernya di Bank of America tahun 1984 itu pernah menjadi direktur utama di beberapa bank, seperti Bank Bumiputera, Bank Ekspor Impor Indonesia, serta direktur di Bank Mandiri dan Bank Niaga, sebelum kini dipercaya memegang jabatan Direktur Utama Bank Permata, bank hasil gabungan lima bank yang sempat menjadi pasien Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).Agus juga pernah menjadi penasihat Kepala BPPN, institusi yang menjadi “klinik” bagi bank-bank yang sakit selama krisis itu.”Saya belum bisa menyampaikan susunan kerja organisasi. Saya baru kembali ke Perbanas selama setahun belakangan ini. Kalau ditanya soal Perbanas ke depan, saya akan melihat bagaimana Perbanas menjadi organisasi yang dihormati dan bisa memberikan citra baru para bankir yang baik,” ujar Agus yang ditemui pekan lalu.

Dengan merangkul semua perbankan yang ada di Indonesia, apresiasi terhadap asosiasi diyakini juga akan lebih tinggi kalau memberikan masukan kepada regulator atau pemerintah.

Menurut alumnus Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia ini, dalam sebuah negara, idealnya memang hanya perlu ada satu organisasi perbankan. “Paling tidak, kalau kita mempunyai satu asosiasi, akan lebih didengar. Perbankan akan menjadi satu untuk membuat anggota lebih maju secara bersama. Para anggota dapat memiliki satu etika dalam bisnis maupun standar operasional yang merata bagi semua anggota,” ujarnya.

AGUS mengatakan, selama lima tahun terakhir telah dilakukan penyehatan terhadap perbankan. Tantangan berikutnya adalah menjadikan bank- bank itu kembali menjadi lembaga kepercayaan masyarakat.Menurut ayah dari Andri (11) dan Aswin (16) ini, belakangan ini sebenarnya sudah ada tambahan perangkat dukungan terhadap perbankan, misalnya undang-undang antiterorisme yang sudah jalan. Selain itu, lembaga supervisi pengawas bank-bank juga sudah jalan. Semua itu diharapkan membuat sektor perbankan menjadi lebih mapan.

Upaya lain yang dilakukan adalah membenahi skala mikro, yaitu sistem di dalam masing-masing bank itu sendiri. Ini berkaitan dengan bagaimana bank itu bisa menjalankan usahanya sesuai praktik pengelolaan yang baik (best practice), dalam arti: menerapkan manajemen risiko dengan baik, menerapkan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance), serta menjalankan operasionalnya secara efisien.

Agus sudah memulai langkah itu dari Bank Permata yang kini dipimpinnya. Selesainya merger Bank Permata bukan berarti selesainya tantangan yang dihadapi. Ia menginginkan bank pemerintah ini menjadi lembaga keuangan terkemuka di Indonesia dan secara regional, bank profesional, serta memiliki hubungan kuat dengan nasabah.Sebagai orang nomor satu di bank ini, Agus dikenal sebagai atasan yang fair terhadap anak buah. Dia tidak segan menelepon anak buahnya di level mana pun untuk memberikan penghargaan karena anak buahnya telah mengerjakan tugas dengan baik.

Namun, dari semua keinginan yang ingin diwujudkannya dalam kepemimpinannya di Perbanas, Agus berniat memulihkan fungsi intermediasi perbankan. “Ini lebih pada visi pribadi saya yang akan saya tawarkan pada tim di Perbanas,” ujarnya.Menurut dia, setelah krisis, perbankan terkesan enggan memberikan kredit kepada para nasabahnya di sektor riil. Kurang gencarnya penyaluran kredit kepada sektor riil ini, menurut Agus, lebih disebabkan karena bank-bank baru selesai proses penyehatan sehingga menjadi lebih hati-hati dan lebih fokus.

Salah satu indikasinya, penurunan dramatis suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) tidak diikuti oleh penurunan yang sama cepat suku bunga kredit dan peningkatan kredit.Namun, Agus tak sepenuhnya menyalahkan perbankan. Menurut dia, lambatnya kredit juga disebabkan sektor riil belum sepenuhnya berjalan. “Calon-calon nasabah tampaknya belum siap menerima penyaluran dana dari perbankan. Plafon-plafon pinjaman dari bank pemanfaatannya masih rendah, hanya terpakai rata-rata 50 persen, sedangkan normalnya 70 hingga 80 persen.

Dengan berjalannya waktu, itu mungkin akan digunakan setelah bisnisnya ada. “Sektor-sektor ekonomi itu harus bisa jalan,” kata pekerja keras yang sanggup pulang kantor pukul 03.00 dan masuk kantor lagi dengan stamina tinggi pada pukul 07.00 itu.

Sebagai lembaga yang memayungi semua bank di Indonesia, Perbanas sekalipun menurut Agus tidak dapat menentukan keseragaman tingkat suku bunga kredit bagi para anggotanya. Organisasi ini hanya dapat mengimbau anggotanya untuk menyesuaikan tingkat suku bunga kreditnya.Agus yakin dalam enam bulan ke depan, suku bunga kredit untuk modal kerja dan investasi yang lebih masuk akal sebagaimana diinginkan para pelaku usaha, yakni 13-15 persen, sudah bisa dicapai. Syaratnya, kondisi semuanya stabil. Apalagi bila bank bersangkutan dalam kondisi yang sehat, likuid, punya banyak dana murah, dan tingkat kredit bermasalah rendah.

“Tapi yang terakhir adalah persaingan. Kalau bank lain sudah menurunkan bunga dan dia tidak, maka dia akan kehilangan nasabah. Faktor-faktor tersebut dalam waktu enam bulan, yang berarti awal tahun depan, sudah dapat terlihat,” ujar pria kelahiran Amsterdam, Januari 1956, ini.

Agus optimistis akan tercapainya target itu meski tahun depan Indonesia bakal menggelar pemilu. Ia juga tak menunjukkan rasa cemas terhadap sepak terjang bank yang terkesan mulai keluar dari “bisnis intinya”.

Maraknya bank-bank yang menawarkan reksa dana, menurut dia, tak perlu dikhawatirkan karena reksa dana merupakan produk alternatif yang juga menarik karena tidak adanya potongan pajak. Yang lebih perlu ditekankan, katanya, adalah pentingnya pendidikan bagi para nasabah mengenai keuntungan dan risiko yang ada pada reksa dana.

Keinginan Agus mendorong fungsi intermediasi perbankan dan menggiring suku bunga kredit ke level yang lebih diterima oleh dunia usaha itu juga menjadi keinginan semua orang. Tanpa semua itu, momentum perbaikan di sektor makro-ekonomi yang susah payah diciptakan pemerintah, dan belum tentu berulang lagi, juga akan menjadi sia-sia. Jadi ditunggu janjinya.

Menurut Agus, di masa mendatang masyarakat perlu sektor perbankan yang sehat dan tangguh. Ini dapat dibangun lewat peningkatan profesionalisme dan implementasi tata kelola perusahaan yang baik secara konsisten dan idealnya bersumber dari kalangan perbankan sendiri. Perbanas akan fokus pada upaya mengembalikan citra, berpartisipasi aktif dalam terbentuknya industri perbankan yang sehat dan stabil dari sisi makro dan mikro, serta meningkatkan fungsi intermediasi.