Dilema Kampus: Antara Tridharma dan Minerba
Tulisan Populer 30 Januari 2025 Ananda Febriana Syafitri Read Time 5 minutes
Penulis: Fangky A Sorongan (Dosen & Mahasiswa Doktoral Perbanas Institute)
Tak pernah dalam sejarahnya, perguruan tinggi di Indonesia dihadapkan pada dilema sebesar ini. Tiba-tiba saja, kampus berpeluang menjadi penyelenggara usaha pertambangan mineral dan batu bara (Minerba).
Pasal 51A dalam draf revisi UU Minerba memberikan prioritas kepada perguruan tinggi untuk mendapatkan Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) mineral logam dan mengelola tambang. Selasa silam, 21/1/2025, seluruh fraksi di Baleg DPR menyetujui RUU Minerba dilanjutkan ke pembahasan tingkat selanjutnya.
Kebijakan ini memunculkan pertanyaan besar terkait relevansinya dengan misi utama perguruan tinggi. Kampus bertujuan untuk mencetak sumber daya manusia unggul melalui proses pendidikan, menghasilkan inovasi melalui penelitian, dan memberikan kontribusi nyata kepada masyarakat melalui pengabdian. Itu namanya Tridharma Perguruan Tinggi. Tidak ada mandat dalam UU Pendidikan Tinggi yang menyebutkan bahwa kampus harus terlibat dalam bisnis pertambangan.
Anggota Baleg DPR RI Al Muzzammil Yusuf juga menyatakan, Tridharma Perguruan Tinggi tidak mencakup pengelolaan tambang. Bahkan, keterlibatan kampus dalam pengelolaan tambang secara langsung justru dapat menimbulkan dilema dalam menjalankan peran utama perguruan tinggi. Wajar jika ,muncul pertanyaan, apakah perguruan tinggi akan tetap mampu menjalankan Tridharma dengan optimal jika beban pengelolaan tambang juga harus diemban?
Boleh jadi, justru Tridharma yang akan terabaikan oleh potensi cuan dari tambang. Yang jelas, kebijakan ini menyimpan berbagai risiko, baik dari aspek teknis, manajerial, maupun hukum. Tak ada jaminan bahwa perguruan tinggi yang memenuhi syarat akreditasi minimal B memiliki kapasitas teknis untuk mengelola tambang.
Pengelolaan sumber daya alam, khususnya tambang, memerlukan keahlian khusus, manajemen berkelanjutan, serta komitmen tinggi terhadap aspek keselamatan dan lingkungan. Keahlian ini tidak hanya kompetensi teknis tetapi juga kemampuan manajerial untuk mengelola sumber daya alam secara efisien, berkelanjutan, dan bertanggung jawab.
Potensi penyalahgunaan izin tambang juga bisa menjadi masalah sangat besar. Kampus nantinya malah menjadi pedagang lisensi tambang belaka. Anggota DPR, Umbu Kabunang Rudi Yanto Hunga, menyoroti kemungkinan munculnya masalah baru akibat kurangnya pengaturan hukum yang matang. Ia menegaskan, tanpa regulasi yang jelas, perguruan tinggi dapat menjadi sasaran kepentingan tertentu yang justru merugikan institusi tersebut.
Selain itu, risiko kerusakan lingkungan juga meningkat jika pengelolaan tambang dilakukan oleh pihak yang tidak memiliki pengalaman memadai. Perguruan tinggi yang berfokus pada pengelolaan tambang bisa saja mengabaikan prinsip keberlanjutan demi mengejar keuntungan finansial, yang bertentangan dengan prinsip dasar Tridharma.
Dari perspektif hukum, jatah WIUP untuk kampus mencerminkan tumpang tindih antara UU Minerba dan UU Pendidikan Tinggi. Ini masalah yang tidak dapat diabaikan. Keharmonisan antara kedua undang-undang ini sangat penting untuk menghindari konflik hukum di masa depan. Mestinya, revisi UU Minerba mempertimbangkan harmonisasi dengan UU Pendidikan Tinggi agar tidak menimbulkan ketidakpastian hukum. Alih-alih menjadi solusi, kebijakan ini justru berpotensi menciptakan dilema baru yang menghambat fungsi utama perguruan tinggi.
Sesuaikan Saja dengan Tridharma
Pemerintah sebaiknya mendukung perguruan tinggi dalam aspek yang lebih sesuai dengan Tridharma Perguruan Tinggi. Misalnya dengan mendanai pusat-pusat penelitian di perguruan tinggi untuk mengembangkan teknologi tambang yang ramah lingkungan. Penting bagi universitas untuk melakukan penelitian yang memastikan aktivitas pertambangan berkelanjutan sesuai prinsip ESG dan mendukung SDG. Villeneuve et al. (2017) menyatakan, konsep pembangunan berkelanjutan telah dilihat sebagai alternatif dari pembangunan ekonomi konvensional.
Penelitian akademik dapat membantu mengidentifikasi praktik terbaik dalam industri pertambangan yang sejalan dengan tujuan pembangunan berkelanjutan. Hal ini tidak hanya memperkuat fungsi penelitian tetapi juga memberikan manfaat langsung bagi industri pertambangan nasional tanpa melibatkan perguruan tinggi sebagai operator tambang. Dengan cara ini, perguruan tinggi tetap dapat berkontribusi pada sektor pertambangan tanpa harus terjun langsung ke dalam aktivitas bisnisnya.
Perguruan tinggi juga dapat berperan dalam proses hilirisasi produk minerba dengan mengembangkan teknologi yang meningkatkan nilai tambah sumber daya alam. Langkah ini tidak hanya menciptakan inovasi tetapi juga meningkatkan daya saing industri nasional. Melalui kerja sama dengan industri, perguruan tinggi dapat mengembangkan teknologi yang relevan dan aplikatif tanpa meninggalkan fungsi utamanya sebagai institusi pendidikan dan penelitian.
Selain itu, melalui program pengabdian masyarakat, perguruan tinggi dapat memberikan edukasi kepada masyarakat sekitar tambang tentang pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan. Langkah ini lebih sesuai dengan misi sosial perguruan tinggi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dengan membekali masyarakat sekitar tambang dengan pengetahuan yang memadai, perguruan tinggi dapat membantu menciptakan kesadaran akan pentingnya pengelolaan sumber daya alam secara bertanggung jawab.
Dukungan pendanaan langsung untuk pendidikan dan penelitian juga menjadi solusi yang lebih relevan dibandingkan pemberian izin tambang. Dengan dana yang cukup, perguruan tinggi dapat meningkatkan kualitas pendidikan, memperkuat kapasitas penelitian, dan menghasilkan inovasi yang bermanfaat bagi masyarakat luas. Pendekatan ini lebih sejalan dengan tujuan pembangunan nasional yang mengutamakan pengembangan sumber daya manusia sebagai aset utama.
Untuk memastikan bahwa revisi UU Minerba tidak menimbulkan konflik hukum, harmonisasi antara UU Minerba dan UU Pendidikan Tinggi harus dilakukan. Perguruan tinggi harus dilihat sebagai mitra strategis pemerintah dalam pengembangan sumber daya manusia dan teknologi, bukan sebagai pelaku bisnis yang berorientasi pada keuntungan. Proses revisi undang-undang harus mencerminkan demokrasi dan melibatkan semua pihak, termasuk akademisi, praktisi hukum, dan pemangku kepentingan di sektor pendidikan tinggi. Konsultasi yang luas diperlukan untuk memastikan bahwa kebijakan yang dihasilkan benar-benar sesuai dengan kebutuhan dan kondisi riil.
Revisi UU Minerba ini dapat menjadi peluang untuk memperkuat peran perguruan tinggi dalam pembangunan nasional. Namun, keterlibatan perguruan tinggi harus tetap sejalan dengan mandat Tridharma Perguruan Tinggi. Kebijakan yang mendorong perguruan tinggi untuk terlibat dalam pengelolaan tambang harus ditinjau ulang agar tidak menambah beban institusi pendidikan atau menciptakan masalah baru. Harapan besar terletak pada pemerintah untuk melihat peran perguruan tinggi sebagai lokomotif inovasi yang mendukung keberlanjutan sektor minerba.
Melalui dukungan pada riset, teknologi, dan edukasi, perguruan tinggi dapat memberikan kontribusi yang signifikan tanpa mengorbankan fungsi utamanya. Dengan demikian, revisi UU Minerba dapat memberikan manfaat jangka panjang yang tidak hanya berdampak pada sektor pertambangan tetapi juga pada pengembangan sumber daya manusia dan teknologi. Langkah ini akan memastikan bahwa perguruan tinggi tetap menjadi pusat inovasi yang berdaya guna bagi bangsa dan negara, sekaligus menjaga keberlanjutan sumber daya alam untuk generasi mendatang.