Dunia yang Gelap dan Dark Psychology Economic Global
Tulisan Populer 6 Januari 2025 Ananda Febriana Syafitri Read Time 5 minutes

Oleh: Rendy Riyanto
Channel9.id-Jakarta. Situasi dunia saat ini terlihat gelap. Bahkan tak kurang dari Menteri Keuangan Sri Mulyani, pada pekan kedua Desember 2024, menegaskan fenomena itu di berbagai media. Kegelapan muncul akibat dinamika politik dan ekonomi serta ketegangan di berbagai kawasan. Kalau sudah begitu, ancaman dark psychology economic global biasanya bakal membayangi perekonomian dunia.
Konsep Dark Psychology Economics tidak eksplisit disebutkan dalam literatur akademik sebagai sebuah teori formal. Namun, konsep Dark Psychology sering dikaitkan dengan perilaku manipulatif atau penggunaan taktik psikologis untuk mengendalikan atau mengeksploitasi orang lain demi keuntungan pribadi. Dalam konteks ekonomi, manipulasi psikologis telah dibahas dalam kelompok teori behavioral economics (ekonomi perilaku), yang mengeksplorasi faktor psikologis memengaruhi pengambilan keputusan ekonomi.
Jadi, dark psychology economic adalah fenomena ketika ketakutan, pesimisme, dan manipulasi pasar memengaruhi perilaku ekonomi global. Konsep ini juga mengacu pada sentimen negatif yang tersembunyi—baik dari pelaku pasar, kebijakan geopolitik, hingga ekspektasi investor— yang dapat mempercepat volatilitas pasar, merusak stabilitas keuangan, dan mengganggu pemulihan ekonomi. Fenomena ini terlihat selama pandemi COVID-19, ketika ketakutan global mendorong aksi jual besar-besaran di pasar modal, menurunkan nilai aset, dan memperlambat investasi di banyak negara, termasuk Indonesia.
Dalam konteks Indonesia, tantangan dark psychology economic ini harus diwaspadai, mengingat kondisi global yang semakin dipenuhi ketidakpastian akibat krisis iklim, konflik geopolitik, dan transisi energi hijau. Kemampuan Indonesia bertahan dari badai psikologi negatif ini akan menjadi kunci utama dalam membangun ekonomi yang tangguh dan berkelanjutan.
Indonesia sudah bercita-cita menjadi negara maju pada tahun 2045 melalui agenda besar yang disebut Indonesia Emas. Dalam upaya itu, dark psychology economic dapat menjadi gangguan. Ketidakpastian ekonomi global yang disebabkan oleh geopolitik, inflasi global, dan transisi ke ekonomi hijau bisa memperkuat sentimen negatif di pasar domestik, seperti yang kemudian diingatkan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati itu tadi.
Menurut Menteri Sri Mulyani, semua pihak harus waspada terhadap berbagai risiko ekonomi yang mengancam stabilitas keuangan dunia dan Indonesia. Peringatan ini menegaskan bahwa volatilitas global dapat memicu ketakutan dan sentimen negatif di pasar domestik, yang berpotensi menghambat pertumbuhan ekonomi nasional.
Lembaga pemeringkat Standard & Poor’s (S&P) telah memberikan penilaian positif terhadap prospek ekonomi Indonesia. Pada Juli 2024, S&P mengafirmasi peringkat kredit Indonesia pada BBB dengan outlook stabil, mencerminkan keyakinan terhadap pertumbuhan ekonomi yang solid dan kerangka kebijakan moneter serta fiskal yang kredibel. Namun, Dark Psychology Economic dapat mengganggu stabilitas ini. Ketegangan geopolitik, seperti konflik Rusia- Ukraina, telah meningkatkan ketidakpastian global, memengaruhi keyakinan dunia usaha dan investor, serta berpotensi menahan akselerasi pertumbuhan ekonomi.
Indonesia bergantung pada ekspor komoditas, yang harga pasarnya sangat dipengaruhi oleh situasi global. Ketika pasar dunia dipenuhi ketakutan, harga komoditas bisa anjlok, sehingga menurunkan pendapatan ekspor Indonesia. Ini kemudian berdampak pada penerimaan negara dan pertumbuhan ekonomi. Psikologi negatif dalam bentuk narasi pesimisme di media dapat memperparah volatilitas pasar dan memperlemah nilai tukar. Pada akhirnya, ini memengaruhi stabilitas fiskal Indonesia, yang bergantung pada arus modal asing. Laporan IMF dan Bank Dunia menunjukkan bahwa narasi negatif di media memiliki pengaruh dalam mendorong ketidakpastian.
Amalia dan Kurnianti (2023) menegaskan bahwa literasi keuangan dan toleransi risiko berperan penting dalam mengurangi dampak stres keuangan yang dihadapi masyarakat urban, termasuk generasi milenial. Hal ini relevan dengan kondisi Indonesia saat ketidakpastian ekonomi global memengaruhi perilaku keuangan dan investasi domestik. Hadjam dan Nasiruddin (2003) juga menemukan bahwa kesulitan ekonomi memiliki dampak signifikan terhadap kesejahteraan psikologis individu, yang dapat memperburuk situasi ekonomi apabila tidak ditangani dengan baik.
Dalam konteks pengambilan keputusan investasi, bias kognitif dan emosional turut memengaruhi perilaku investor di pasar keuangan. Ketika sentimen negatif mendominasi, investor cenderung bersikap irasional, yang berpotensi memperburuk volatilitas pasar. Bias psikologi juga dapat menghambat pengelolaan keuangan pribadi, terutama pada kelompok masyarakat yang rentan terhadap ketidakpastian ekonomi.
Ekspektasi dan Potensi Disrupsi
Visi Indonesia Emas 2045 bertujuan untuk mewujudkan Indonesia sebagai negara maju dengan ekonomi yang mandiri, berkeadilan, dan berkelanjutan. Ekspektasi besar ini mencakup peningkatan kualitas sumber daya manusia, penguatan sektor industri berbasis teknologi, serta transformasi ekonomi hijau. Namun, potensi disrupsi dari Dark Psychology Economic menjadi ancaman nyata bagi perjalanan menuju visi ini.
Pertama, volatilitas pasar dan ketidakpastian investasi dapat mengganggu arus modal masuk. Ketidakpastian yang dipicu oleh narasi negatif dari media atau kebijakan geopolitik global dapat menghambat masuknya investasi asing langsung (FDI) ke Indonesia. Investor yang cenderung mengutamakan keamanan aset akan mengalihkan dana mereka ke instrumen save haven, seperti obligasi pemerintah Amerika Serikat atau emas, mengurangi likuiditas pasar domestik Indonesia.
Kedua, krisis kepercayaan terhadap kebijakan pemerintah menjadi potensi disrupsi lain. Jika narasi negatif mengenai kebijakan fiskal atau moneter Indonesia tersebar luas di media internasional, maka kepercayaan publik dan investor terhadap pemerintah dapat melemah. Ketidakpercayaan ini dapat berdampak pada stabilitas pasar obligasi pemerintah, terutama jika persepsi risiko negara meningkat. Lembaga pemeringkat internasional seperti S&P dapat menurunkan prospek peringkat kredit Indonesia jika narasi negatif terus mendominasi persepsi investor.
Ketiga, penurunan produktivitas dan daya saing ekonomi juga dapat terjadi akibat disrupsi Dark Psychology Economic. Psikologi negatif yang melanda perusahaan dan tenaga kerja dapat menyebabkan pengurangan produktivitas akibat ketakutan terhadap masa depan ekonomi. Pesimisme di kalangan pengusaha dapat menyebabkan penundaan ekspansi usaha atau pengurangan tenaga kerja. Ini menjadi ancaman nyata bagi perjalanan menuju Indonesia Emas, di mana peningkatan produktivitas nasional menjadi salah satu fondasi utama untuk mencapai status negara maju.
Keempat, disrupsi pada ekosistem transisi ekonomi hijau turut menjadi perhatian besar. Proses transisi menuju ekonomi hijau membutuhkan investasi besar dan dukungan kebijakan yang stabil. Narasi negatif yang menyebut transisi energi sebagai “beban” bagi ekonomi dapat memperlambat penerimaan masyarakat dan menghambat proyek energi hijau strategis. Hal ini dapat mengganggu target Indonesia untuk menjadi pusat produksi energi bersih di Asia Tenggara.
Pada akhirnya, dark psychology economic perlu ditangkal dengan strategi penguatan fundamental ekonomi domestik, pengelolaan narasi media, penyebaran literasi yang efektif, dan penguatan ketahanan pasar keuangan. Dengan langkah-langkah strategis tersebut, Indonesia dapat bertahan di tengah badai ketidakpastian global dan melanjutkan perjalanan menuju visi Indonesia Emas yang tangguh, mandiri, dan berkelanjutan.