Tantangan Perubahan dan Transformasi Bulog

Penulis: Jan Prince Permata (Mahasiswa Program Doktor Perbanas Institute)

KEINGINAN pemerintah untuk mengubah Perum Bulog agar lebih efektif dalam menjalankan fungsi stabilisasi pangan dan mendukung upaya mewujudkan swasembada pangan semakin kuat. Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan di Jakarta, Kamis (21/11/2024), mengungkapkan bahwa Bulog akan bertransformasi menjadi lembaga non-komersial yang tidak lagi berorientasi pada profit, sehingga perannya sebagai stabilisator pangan bisa menjadi lebih optimal. Bulog akan menjadi lembaga yang berada langsung di bawah presiden.
 
Sebelumnya, dalam Rapat Kerja bersama antara Komisi IV DPR RI dengan Menteri Pertanian di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (5/11/2024), mengemuka ide mengembalikan peran dan fungsi Bulog agar memiliki kewenangan yang kuat sebagai penyangga stok pangan dan stabilisasi harga terutama harga beras. Kita ketahui bersama bahwa Bulog pada awalnya didirikan melalui Keppres No.39/1978 tanggal 5 Nopember 1978, sebagai Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) dengan dua fungsi utama menjaga stok pangan nasional dan perlindungan petani melalui stabilisasi harga. Bulog memiliki peran sentral dalam mengelola pangan nasional dengan kebijakan yang memihak kepada konsumen, sekaligus tidak merugikan petani sebagai produsen padi.
 
Di masa pemerintahan Orde Baru, Struktur Bulog disesuaikan dengan jenjang birokrasi pemerintahan seperti Depot Logistik (Dolog), mulai di tingkat provinsi sampai kabupaten yang dilengkapi dengan gudang penyimpanan dan kelengkapan fisik lainnya. Bulog diberi kemudahan oleh pemerintah untuk menggunakan anggaran Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI) sebagai dana untuk pembelian gabah petani dan sebagai satu satunya lembaga yang memonopoli impor pangan. Pelaksanaan kebijakan stabilisasi harga secara efektif dilakukan oleh Bulog dengan hak monopoli pengadaan dalam negeri, impor, penyimpanan dan penyaluran beras.
 
Hal inilah yang membuat Bulog dulu mampu bekerja dan berperan secara efektif dalam mengelola kebijakan harga pangan.
 
Bulog dan Bapanas
 
Saat ini, Bulog merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) berbentuk badan hukum Perusahaan Umum (Perum). Seluruh modal Perum Bulog dimiliki Negara Republik Indonesia berupa kekayaan negara yang dipisahkan dan tidak terbagi atas saham sesuai dengan Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 13 Tahun 1998 tentang Perusahaan Umum (Perum), dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 13 Tahun 2016 tentang Perum Bulog.
 
Perubahan status Bulog dari LPND menjadi Perum menyebabkan hilangnya dua hal yang sangat penting, yaitu pertama, mengendalikan harga untuk melindungi produsen dan konsumen. Kedua, membina ketersediaan, keamanan dan pembinaan mutu gabah, beras, gula, gandum, kedelai, terigu, bungkil kedelai, serta bahan pangan dan bahan pakan lainnya, baik secara langsung maupun tidak langsung. Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 48 tahun 2016 tentang Penugasan kepada Perum Bulog dalam rangka ketahanan pangan, Perum Bulog ditugaskan untuk menjaga ketersediaan pangan dan stabilisasi harga tiga komoditas pangan pokok, yaitu beras, jagung dan kedelai.
 
Sementara untuk 8 komoditas pangan lainnya, yaitu gula, minyak goreng, tepung terigu, bawang merah, cabai, daging sapi, daging ayam ras, dan telur ayam dapat ditangani oleh BUMN lainnya atau Perum Bulog atas penugasan melalui Menteri Perdagangan dengan persetujuan Menteri BUMN dan berdasarkan rapat koordinasi.
 
Sesuai Perpres tersebut, Perum Bulog diberikan tugas sebagai berikut:

(1) pengamanan harga pangan di tingkat produsen dan konsumen;

(2) pengelolaan cadangan pangan Pemerintah;

(3) penyediaan dan pendistribusian pangan;

(4) pelaksanaan impor pangan dalam rangka pelaksanaan tugas;

(5) pengembangan industri berbasis pangan; dan

(6) pengembangan pergudangan pangan.

 
Pengelolaan pangan dan koordinasi kebijakan pangan memasuki babak baru sejak dibentuknya Badan Pangan Nasional (Bapanas) berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 66 Tahun 2021 dengan tugas pokok mengoordinasikan kebijakan pangan dan menjaga stabilitas harga bahan pokok di Indonesia. Bapanas bertugas menjaga stabilisasi harga dan pasokan sembilan bahan pokok, yaitu beras, gula, telur, jagung, kedelai, bawang, daging ruminansia, daging unggas dan cabai. Pepres 66/2021 juga menyebutkan bahwa menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang badan usaha milik negara menguasakan kepada Kepala Bapanas untuk memutuskan Perum Bulog dalam rangka pelaksanaan kebijakan pangan nasional. Melihat peran dan fungsi Bapanas saat ini, maka rencana perubahan Perum Bulog harus dirumuskan dengan hati-hati agar tidak tumpang tindih dengan tugas dan fungsi Bapanas.

Mendekatkan Bulog dengan Petani
 
Dalam praktiknya, Bulog merupakan lumbung pangan tingkat nasional. Sebagai BUMN Pangan, Bulog ditugaskan oleh pemerintah dalam menjaga cadangan beras di kisaran 1 juta hingga 1,5 juta ton di gudangnya. Namun, cadangan beras yang dimiliki Bulog masih di bawah konsumsi beras nasional per bulan yang mencapai 2,56 juta ton. Menjalankan tugas dan fungsi Perum Bulog dalam situasi saat ini memang tidak mudah.
 
Di satu sisi, Perum Bulog harus berorientasi pada usaha penciptaan keuntungan bagi perusahaan. Di sisi lain, Bulog juga dituntut melaksanakan fungsi sosial sebagai penyangga kebijakan dalam operasionalisasinya tidak maksimal dilakukan. Banyak kasus Bulog kurang berperan dalam melakukan pembelian gabah petani dan target terwujudnya cadangan beras nasional tak tercapai. Oleh karena itu, perubahan dan transformasi Bulog agar lebih efektif bekerja merupakan keniscayaan saat ini.
 
Selama ini, upaya Bulog dengan mengembangkan program on farm atau mitra tani di sejumlah daerah merupakan terobosan progresif yang perlu terus dikembangkan dan diperluas jangkauannya. Bagi petani, program mitra tani tak hanya memberikan jaminan harga jual karena sudah ada off taker yang pasti dengan harga terbaik, tapi juga ada jaminan dan dukungan di sarana produksi seperti benih unggul dan pupuk. Bagi Bulog, keberhasilan program mitra tani akan turut serta dalam meningkatkan produksi gabah di dalam negeri sehingga keinginan untuk memenuhi cadangan beras dari produksi lokal semakin dekat. Pada akhirnya, transformasi dan perubahan kelembagaan Perum Bulog sejatinya disiapkan dengan baik, hati-hati, komprehensif dan sangat terencana. Bulog yang akan berada langsung di bawah presiden, harus ditempatkan semakin dekat dengan petani, dan mendapat dukungan APBN yang lebih besar dan signifikan.

Artikel ini telah tayang di

Di masa pemerintahan Orde Baru, Struktur Bulog disesuaikan dengan jenjang birokrasi pemerintahan seperti Depot Logistik (Dolog), mulai di tingkat provinsi sampai kabupaten yang dilengkapi dengan gudang penyimpanan dan kelengkapan fisik lainnya. Bulog diberi kemudahan oleh pemerintah untuk menggunakan anggaran Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI) sebagai dana untuk pembelian gabah petani dan sebagai satu satunya lembaga yang memonopoli impor pangan. Pelaksanaan kebijakan stabilisasi harga secara efektif dilakukan oleh Bulog dengan hak monopoli pengadaan dalam negeri, impor, penyimpanan dan penyaluran beras.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul “Tantangan Perubahan dan Transformasi Bulog”, Klik untuk baca: https://money.kompas.com/read/2024/11/24/150359026/tantangan-perubahan-dan-transformasi-bulog.

Editor : Sandro Gatra

Kompascom+ baca berita tanpa iklan: https://kmp.im/plus6
Download aplikasi: https://kmp.im/app6