Forum Rektor Tolak Atribut Parpol di Kampus

Para Rektor perguruan tinggi yang tergabung dalam Forum Rektor Indonesia menyepakati kampus harus steril dari atribut parpol politik peserta Pemilu 2004.
JAKARTA (Media): Para rektor perguruan tinggi yang tergabung dalam Forum Rektor Indonesia menyepakati kampus harus steril dari atribut parpol sebagai bentuk independensi lembaga itu terhadap partai politik peserta Pemilu 2004.”Kita sudah sepakat untuk tidak mengizinkan kampus dipasangi atribut parpol manapun. Bila ada partai yang mau berkampanye di kampus silakan saja asalkan sudah mendapat persetujuan pimpinan universitas,” kata Ketua Forum Rektor Indonesia Zulkifli Husin di Bengkulu, kemarin.

Menurut dia, Forum Rektor memberikan kebijakan kepada pimpinan universitas untuk membolehkan atau menolak parpol melakukan kampanye di kampus. Kalaupun pimpinan universitas mengizinkan, kata dia, bentuk kampanye harus berupa dialogis atau seminar sehingga mahasiswa bisa mengetahui wawasan dan kemampuan calon wakil mereka.

“Tergantung pimpinan parpol memanfaatkan peluang itu. Bila kader parpol berhasil melaksanakan kampanye di kampus dan mampu meyakinkan mahasiswa, tentu ia akan mendapat nilai tambah,” ujarnya.

Zulkifli yang juga Rektor Universitas Bengkulu itu menyatakan, di kampusnya sampai saat ini belum ada permintaan untuk melakukan kampanye. Bila nanti ada yang berminat, ia akan minta dilaksanakan rapat untuk menyatakan sikap.

Menanggapi kesepakatan para rektor itu, Wakil Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Ramlan Surbakti di Jakarta, tadi malam, menegaskan bahwa setiap pimpinan kampus memiliki hak untuk menerima atau menolak permintaan parpol yang ingin berkampanye di dalam kampus mereka.

“Itu sah-sah saja jika ada kampus yang menolak kehadiran parpol untuk berkampanye di kampus mereka. Alasan utamanya biasanya karena mereka tidak mau terganggu proses belajar-mengajarnya. Jadi, para rektor dipersilakan untuk menentukan sendiri, apakah parpol boleh atau tidak berkampanye di kampusnya masing-masing. Setiap keputusan yang diambil tentunya semata-mata karena alasan akademik,” katanya.

Hanya saja, kata Ramlan, bagi perguruan tinggi yang menyetujui diadakannya kampanye di kampus mereka, ia meminta agar perguruan tinggi tersebut membuat sebuah model yang dapat menghadirkan seluruh parpol dalam sebuah kesempatan saja.

“Jadi, seluruh parpol tersebut berkampanye secara bersama-sama. Tidak satu per satu. Bentuk kampanyenya bukan pengerahan massa, tapi diskusi. Masalahnya, mau atau tidak para parpol dengan model sepeti itu,” ujar Ramlan.

Untad menolak
Sementara itu, Universitas Tadulako (Untad) Palu menolak aktivitas kampanye parpol di kampus. “Tidak akan ada kampanye parpol di kampus kami,” kata Rektor Untad Sahabuddin Mustapa di Palu, kemarin.

Menurut dia, dasar penolakan Untad dikarenakan banyaknya jumlah parpol peserta Pemilu 2004 dikhawatirkan mengganggu aktivitas perkualiahan yang sudah terjadwal. Selain itu, kata dia, potensi pengerahan massa sulit dihindarkan sehingga akan mempertajam polarisasi di antara sesama civitas akemik, dan tak tertutup kemungkinan menimbulkan konflik di dalam kampus.

“Ini yang kami hindari sebab kesempatan seperti ini bisa saja dimanfaatkan oleh oknum-oknum tidak bertanggung jawab,” katanya.

Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung juga menolak pelaksanaan kampanye di dalam kampus. “Keputusan tersebut diambil tidak terlepas dari makna atau konotasi kata kampanye yang masih dalam tataran tradisional,” kata Koordinator Humas Unpad Hadi Suprapto Arifin di Bandung, Sabtu (27/12).

Ia menjelaskan, yang dimaksud tataran kampanye tradisional yaitu seperti, keberadaan atribut/simbol partai berupa bendera atau pamflet dan aksi pengerahan massa masuk ke dalam kampus.

Meski demikian, ia menyebutkan bukan berarti Unpad tidak peduli terhadap masalah bangsa dan negara atau terhadap dunia politik. Unpad tidak tertutup kemungkinan akan mengadakan semacam kegiatan diskusi panel atau seminar yang mengundang sekelas sekjen atau ketua umum parpol itu.

Berbeda dengan Unpad, Institut Teknologi Bandung (ITB) menyusun aturan untuk kampanye Pemilu 2004 di kampus menyusul dikeluarkannya Surat Keputusan Senat ITB Nomor 17/SK/K01-SA/2003 tentang Norma Penyelenggaraan Kampanye Pemilihan Umum di Kampus ITB.

Sekretaris Eksekutif ITB Boy Kombaitan belum lama ini menjelaskan, aturan kampanye di dalam kampus disusun, di antaranya mengenai waktunya, apakah dapat dilakukan setiap hari atau tidak, kemudian tempat kampanye, diharapkan jauh dari ruang belajar.

Aturan yang dikeluarkan ITB itu tidak berbeda jauh dengan ketentuan Universitas Indonesia, yakni kampanye tidak boleh di lapangan terbuka dan dengan pengerahan massa. (MS/Ant/P-1)